Sunday 3 April 2016

Budaya Organisasi


Pendidikan memiliki tujuan untuk memberikan hasil pemahaman bersama di kalangan masyarakat mengenai suatu ilmu yang bermakna dan tepat untuk dikembangkan yang berasal dari sebuah permasalahan yang muncul dari beragam fenomena.Dalam ruang lingkupnya organisasi berbentuk lembaga pendidikan memiliki peranan dalam proses pengembangan pendidikan. Hal tersebut dapat terjadi bila suatu lembaga memiliki organisasi yang dapat meneruskan dan mengembangkan lembaganya, beberapa aspek dalam organisasi yang ada di dalam lembaga tersebut dapat diterima dan akan menjadi sangat jelas untuk menggambarkan proses pengembangan pendidikan. Dalam organisasi memiliki berbagai macam perilaku yang dapat diterima bagi anggotanya yang selanjutnya akan menjadi acuan dalam proses pengembangan organisasi tersebut dalam proses pengembangan pendidikan. Dengan demikian, memahami apa yang dimaksud dengan budaya organisasi dapat dilihat dari bagaimana tipologinya, apa saja fungsinya dan bagaimana budaya organisasi dapat diciptakan dan dipertahankan agar dapat meningkatkan kualitas atau kemampuan manusia untuk memahami berbagai perilaku yang muncul dari setiap individu pada proses aktivitas yang berlangsung secara profesional. 
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, budaya (culture) diartikan sebagai pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar diubah (Depdikbud, 1991:149). Dalam hal ini masyarakat sering kali mensinonimkan pengertian budaya dengan tradisi. Menurut Schein (2016) budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan, atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu di ajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Lalu Peter F Drucker (2016) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait. Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa budaya organisasi merupakan gambaran awal atau dasar yang diterima oleh suatu organisasi untuk melakukan tindakan serta memecahkan masalah yang muncul dari berbagai fenomena dan membentuk anggota yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dapat mempersatukan antara anggota atau individu satu dengan yang lainnya.
Sebuah budaya organisasi terbentuk dari para anggota yang ada di dalam organisasi dengan mengacu pada etika dan sistem nilai yang berkembang dalam organisasi, dan pemberian hak kepada anggota dan pimpinan, dan dipengaruhi oleh struktur yang berlaku dalam organisasi itu sendiri. Budaya organisasi juga sering di pahami sebagai ilmu yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap anggota dan orang lain. Menurut Bedford (1992:67) Budaya organisasi mengacu pada sekumpulan keyakinan bersama, sikap dan tata hubungan serta asumsi yang secara eksplisit atau implicit diterima dan digunakan oleh keseluruhan anggota organiasasi untuk menghadapi lingkungan luar dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini budaya organisasi mempunyai pengaruh penting terhadap motivasi.
Robbins (1996:289) budaya organisasi memiliki karakteristik primer yang mencerminkan hakikat budaya suatu organisasi, yaitu sebagai berikut.
1. Inovasi dan pengambilan resiko.
Sejauh mana para anggota didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian ke rincian
Sejauh mana para anggota diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian kepada rincian dalam kerjanya.
3. Orientasi hasil
Sejauh mana pengelolaan memfokuskan pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4. Orientasi orang
Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim
Sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.
6. Keagresifan
Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai.
7. Kemantapan
Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan diperhatikannya status quo kontras dari pertumbuhan.

Dalam hal ini setiap karakteristik ini berlangsung pada kontinum dari rendah ke tinggi. Maka dari itu dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuan karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu sendiri. Gambaran ini menjadi dasar untuk pemahaman bersama yang dimiliki para anggora mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan perilaku apa yang shearusnya dilakukan oleh para anggotanya (Ndraha, 1997:4).
Jefferey SOnnenfeld dari univeritas Emory (dalam buku Manajemen Pendidikan, Kompri, 2015, 18-19) telah mengembakan suatu bagan label yang dapat membantu manusia melihat perbedaan antara budaya-budaya dengan organisasi dan manfaatnya mempelajari tingkah laku orang-orang pada budaya itu secara tepat. Dari telaah organisasinya, ia telah mengenali empat tipe budaya berdasarkan bentuknya, yaitu akademi, kelab, tim basebol, dan benteng.
1. Akademi
Bentuk organisasi sebagai suatu tempat untuk proses yang belajar (study) yang ingin menguasai benar-benar tiap pekerjaan yang baru diterimanya. Organisasi ini memberikan anggotanya banyak pelatihan istimewa, memadukan dengan seksama dalam tim kerja, mengemudikan mereka melewati ribuan pekerjaan terkhusus di dalam suatu fungsi tertentu. Budaya ini dikembangkan terutama pada organisasi-organisasi professional seperti IBM.
2. Kelab
Bentuk organisasi yang menaruh bingkai tinggi pada kecocokan dalam sistem, kesetiaan dan pada komitmen. Senioritas merupakan kunci dari kelab=kelab. Usia dan pengalaman diperhitungkan. Perbedaannya dengan akademi, kelab menumbuhkan manajer sebagai generalis. LPI lebih banyak mengembangkan tipe kelab ini.
3. Tim Baseball
Organisasi ini berorientasi pada terjalinnya kerja sama bagi para pengambil resiko dan innovator. Tim baseball mencari orang-orang yang berbakan dari segala usia dan pengalaman, kemudian menempatkan mereka pada posisi yang dibutuhkan karena mereka menawarkan insentif substansial yang sanagat besar bagi mereka yang sangat berprestasi, loncaran pekerjaan di antara organisasi-organisasi ini merupakan makanan biasa. Organisasi yang cocok dengan gambaran tujuan stabil ini biasa didapat dalam bidang akutansi, hukum, penarikan investasi dan konsultasi. Inilah yang menjadi pembangkit motivasi dalam LPI, misalnya melalui pengiriman studi ke luar negeri bagi mahasiswa atau dosen yang berprestasi, menaikan jabatan bagi civitas yang berprestasi dan sebagainya.
4. Benteng
Sementara tim baseball menghargai keinsentifan, benteng sibuk dengan upaya bertahan hidup (survival). Banyak yang dulunya akademi, kelab atau tim baseball tetapi terperosok kedalam masa-masa sulit dan sekarang berupaya mengembalikan nasibnya yang merosot. Benteng tidak  banyak menawarkan keamanan pekerjaan, namun organisasi semacam ini menjadi tempat yang mengasyikkan bagi mereka yang pro status quo.

Selanjutnya berdasarkan sifatnya, budaya organisasi dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Budaya Kuat. 
Dalam suatu budaya kuat nilai inti organisasi itu dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, makin kuat budaya tersebut. Konsisten dengan definisi ini, suatu budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang besar pula pada perilaku anggora-anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan (sharedness) dan intensitas menciptakan suatu iklim internal dari kendali perilaku yang tinggi.
2. Budaya Lemah
Kebalikan dari budaya kuat, dalam budaya lemah tingkat konsistensi anggotanya tidak lagi kuat dan jangkauan budaya yang telah disepakati tidak lagi luas mencakup seluruh anggota-anggotanya. Dalam kondisi ini mudah diramalkan (predictability) bahwa tujuan yang hendak dicapai melalui tradisi yang telah disepakati akan sulit terwujud Robbins (1996:290-291).

dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa setiap karakteristik dan sifat yang ada dalam budaya organisasi dapat berpengaruh kepada kemampuan suatu organisasi dalam melakukan proses pengembangan dan perkembangannya.

Saturday 2 April 2016

Hakikat Budaya


Dalam pendidikan, pengembangan pendidikan serta perkembangannya pasti tidak akan lepas dari hakikatnya. Pendidikan merupakan sebuah unsur yang tergabung dari berbagai fenomena salah satunya adalah budaya. Budaya ini berasal dari bahasa sanskerta yang merupakan bentuk jamak dari budi, yang artinya akat atau segala sesuatu yang berhubungan dengan pikiran manusia. Dalam hal ini definisi budaya banyak di artikan menurut beberapa ahli yaitu sebagai berikut.
1. Komariah dan Triatna (2005:96) berpendapat bahwa budaya atau kultur disini dapat diartikan sebagai segala tindakan manusia untuk mengolah atau mengerjakan sesuatu.
2. Koetjaraningrat (1990:180) memberikan definisi budaya sebagai sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
3. Edgar (1999:102) menyatakan dalam terminologi disiplin kajian budaya (cultural studies) menyajikan bentuk kritis atas definisi budaya yang mengarah pada The complex everyday world we all encounter and through which all move.
4. Williams (2016) mendefinisikan konsep budaya menggunakan pendekatan unversal, yaitu konsep buaya mengacu pada makna-makna bersama. Makna ini terpusat pada makna sehari-hari seperti nilai, benda-benda, dan norma.
5. Barker (2005:50-55) mengungkapkan bahwa kebudayaan adalah pengalaman dalam hidup sehari-hari seperti berbagai teks, praktik, dan makna semua orang dalam menjalani hidup mereka.
6. Vijay Sathe (2016) menyatakan bahwa budaya adlaah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat.
7. Louis Pondy (2016) budaya dapat diartikan sebagai serangkaian pemahaman atau pengertian yang diberikan oleh kelompok orang bagi dirinya sendiri.
8. Raymond Williams (dalam Storey, 2009:1-2) kata budaya atau culture itu adalah satu di antara tiga kata yang paling sulit untuk didefinisikan di dalam bahawa inggris. Dia menyarankan tiga pengertian yang dapat digunakan untuk mengerti apa yang dimaksud dengan budaya. yaitu sebagai berikut.
    a. A general process of intellectual, spiritual, and aesthetic development (sebuah proses umum dari kecerdasan, spiritual, dan pengembangan estetika).
     b. A particular way of life, whether of a people, a period or a group (cara hidup yang khusus baik dari seseorang manusia, suatu periode, atau periode suatu kelompok).
      c. Refer to a works and practices of intellectual and especially artistic activity (mengacu kepada karya-karya atau praktik-praktik kecerdasan dan khususnya kegiatan-kegiatan yang bersifat seni).

Budaya juga memiliki ciri yang memperlihatkan adanya nilai-nilai yang dipersepsikan, dirasakan, dan dilakukan. Hal ini dikukuhkan oleh pendapat Tsamara (dalam Kompri, 2015, 3) yang menyatakan tentang kandungan utama yang menjadi esensi budaya, yaitu.
1. Budaya berkaitan dnegan persepsi terhadap nilai dan lingkungannya yang melahirkan makna dan pandangan hidup yang mempengaruhi sikap dan tingkah laku (the total way of life a people).
2. Adanya pola nilai, sikap, tingkah laku (termasuk bahasa). hasil karsa dan karya, termasuk segala instrumennya, sistem kerja, dan teknologi (a way thinking, feeling, and believing).
3. Budaya merupakan hasil pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan, serta proses seleksi (menerima atau menolak) norma-norma yang ada dalam cara dirinya berinteraksi sosial atau menempatkan dirinya di tengah-tengah lingkungan tertentu.
4. Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling ketergantungan (interdepedensi), baik sosial maupun lingkungan non sosial.

Dalam uraian di atas kita bisa simpulkan bahwa kajian tentang budaya dapat terlihat lebih fokus kepada beberapa aspek  budaya non materi seperti nilai-nilai, norma-norma, simbol dan bahasa suatu budaya. Oleh karena itu tinjauan dari aspek tersebut akan lebih membuat manusia untuk paham tentang apa itu budaya. Bagaimana suatu budaya terbentuk, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan seberapa penting budaya di setiap hal yang implementasikan.

Friday 1 April 2016

Manajemen Peserta Didik



Peserta didik ialah seorang atau individu atau kelompok yang mendapatkan ilmu dari hasil pembelajaran baik secara formal, in formal maupun non formal. Peserta didik merupakan individu yang selalu mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam proses membentuk karakter melalui proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik merupakan individu maupun kelompok yang sedang mengalami proses atau fase atau tahapan perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi kognitif, psikis, maupun psikomotornya. Sebagai individu yang tengah mengalami tahapan perkembangan tertentu, tentu saja hal tersebut masih banyak memerlukan bantuan dari orang lain dalam hal ini secara formal peserta didik memerlukan guru sebagai pembimbing dalam membentuk karakter yang sebenarnya. Misalnya dalam kehidupan sehari hari peserta didik saling berinteraksi dalam lingkungan sekolah baik dengan temanya maupun dengan gurunya, lalu ketika dalam proses pembelajaran guru memberikan contoh bahwa guru tersebut menekankan pada muridnya untuk bisa saling bekerja sama dalam memecahkan masalah. Lalu peserta didik melihat seperti apa gambaran yang diberikan oleh gurunya dalam tahapan memecahkan suatu masalah, setelah peserta didik mengetahui gambaran yang telah diberikan oleh guru maka peserta didik akan mencontoh atau mempraktekan apa yang sudah guru berikan melalui gambaran yang sudah di demonstrasikan.
Berdasarkan hal tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap peserta didik memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah lingkungan, seperti sekolah, keluarga, taman bermain bahkan lingkungan masyarakat. Dalam hal ini seorang peserta didik akan mengalami proses pembentukan karakter yang secara tidak langsung atau tanpa disadari olehnya. Lalu ketika peserta didik sudah mulai terbentuk karakternya maka hal yang baik akan muncul dimana individu yang sudah melakukan proses belajarnya akan bisa berbaur atau berinteraksi dengan lingkungan masyarakat sekitar. Dengan diakuinya keberadaan seseorang di lingkungan masyarakat maka hal yang harus dilakukan oleh seorang pendidik atau guru yaitu mengarahkan muridnya untuk dapat memilih arah yang baik agar muridnya dapat membentuk karakternya hingga mencapai hasil yang optimal sesuai dengan perkembangan kedewasaannya. 
Dalam hal ini Syamsul Nizar (2016) mendeskripsikan enam kriteris peserta didik, yaitu.
1. Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri.
2. Peserta didik memiliki periodisasi perkembangan dan pertumbuhan.
3. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
4. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jamsani memiliki daya fisik, dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu.
5. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangan dan berkembang secara dinamis.

Dalam pembentukan karakter muridnya, seorang guru atau tenaga pendidik harus mengetahui hal hal yang harus dipahami dalam membentuk kepribadian muridnya, hal tersebut di ungkapkan oleh Ramayulis (2006:78) sebagai berikut.
1. Kebutuhannya.
2. Dimensi-dimensinya.
3. Intelegensinya.
4. Kepribadiannya

Kebutuhan peserta didik adalah suatu kebutuhan yang memang harus didapatkan, karena untuk memaksimalkan atau mengoptimalkan proses perkembangan kepribadiaannya dalam proses pendidikan. Hal itu wajib diberikan oleh guru atau tenaga pendidik kepada muridnya. Oleh karena itu manajemen peserta didik harus benar-benar diterapkan dengan baik agar dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun hal itu tidak akan berjalan dengan baik jika kita sendiri belum tahu apa hakikat dari manajemen peserta didik itu sendiri.
Dalam hakikatnya atau secara alamiahnya pengertian manajemen peserta didik merupakan penggabungan dari kata manajemen dan peserta didik yang berarti mengelola peserta didik. Hal itu dapat diartikan secara luas yaitu sebagai suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan dan layanan siswa di kelas dan luar kelas seperti pengenalan, pendaftaran, layanan individual seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah. Dalam prosesnya pengelolaan peserta didik juga memiliki fungsi dan tujuan seperti yang dinyatakan oleh Akhmad Sudjarat (2016), tujuan umum manajemen peserta didik adalah mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses belajar mengajar di sekolah, lebih lanjut, proses belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib, dan teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan. Dalam hal ini tujuan khusus manajemen peserta didik adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik.
2. Menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik.
3. Menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik.
4. Dengan terpenuhinya ketiga aspek diatas dapat diharapkan peserta didik dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan tercapai cita-cita mereka.

Lalu Akhmad Sudrajat (2010), mengemukakan bahwa fungsi manajemen peserta didik secara umum adalah sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi individualitasnya, segi sosialnya, segi aspirasinya, segi kebutuhannya dan segi-segi potensi peserta didik lainnya. Dan fungsi manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan sebagai berikut.
1. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan individualitas peserta didik, ialah agar mereka dapat mengembangkan potensi-potensi individualitasnya tanpa banyak terhambat. Potensi-potensi bawaan tersebut meliputi kemampuan umum (kecerdasan), kemampuan khusus (bakat), dan kemampuan lainnya.
2. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan fungsi sosial peserta didik ialah agar peserta didik dapat mengadakan sosialisasi dengan sebayanya, dengan orang tua dan keluarganya, dengan lingkungan sosial sekolahnya dan lingkungan sosial masyarakatnya. Fungsi ini berkaitan dengan hakikat peserta didik sebagai makhluk sosial.
3. Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik, ialah agar peserta didik tersalur hobi, kesenangan dan minatnya. Hobi, kesenangan dan minat peserta didik demikian patut disalurkan oleh karena ia juga dapat menunjang terhadap perkembangan diri peserta didik secara keseluruhan.
4. Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik ialah agar peserta didik sejahtera dalam hidupnya. Kesejahteraan demikian sangat penting karena dengan demikian ia akan juga turut memikirkan kesejahteraan sebayanya.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa pengelolaan yang sesuai akan memiliki impact atau dampak yang signifikan sesuai dengan proses dimana guru atau tenaga pendidik mengarahkan atau membentuk siswa atau muridnya dalam proses pembentukan kepribadian agar menjadi manusia yang seutuhnya.

Manajemen Sarana Prasarana



Sarana pendidikan merupakan alat peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dalam proses pembelajaran untuk menunjang proses pendidikan agar mencapai hasil yang optimal. Sedangkan prasarana pendidikan merupakan fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan. Dalam proses pendidikan, sarana dan prasarana tidak bisa diabaikan atau disepelekan, karena tanpa adanya kedua komponen tersebut, maka pelaksanaan pendidikan tidak akan berjalan dengan baik dan hasilnya pun tidak akan optimal. Oleh karena itu mengapa sarana dan prasarana harus dikelola dengan baik.
Menurut Baharuddin & Makin (2010:84), sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti papan tulis, spidol, penghapus, alat tulis, buku, dan media pengajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya suatu proses pendidikan atau pengajaran di suatu lembaga pendidikan seperti gedung, ruang kelas, halaman, kebun sekolah, jalan menuju sekolah, dan sebagainya. Lalu menurut Arikunto dan Yuliana (2006:273) mengemukakan bahwa sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, efektif, teratur, dan efisien. Contohnya yaitu meja, kursi serta alat alat media pengajaran lainnya. Adapun yang dimaksud dengan prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Contohnya seperti halaman, taman, kebun, jalan menuju madrasah, dll.
Dalam prosesnya, manajemen atau pengelolaan tentunya harus dikerjakan dengan baik demi mencapai hasil yang optimal. Untuk mencapai semua itu tentunya semua kegiatan yang memerlukan sarana dan prasarana harus dikelola dengan sebaik baiknya. Karena kedua komponen tersebut merupakan hal yang sangat penting , jika dari salah satu komponen tersebut ada yang tidak sesuai maka tidak akan menutup kemungkinan jika pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik dan pencapaian tujuan dalam pembelajaran kurang maksimal serta siswa tidak akan merasakan proses pembelajaran dan mendapatkan hasil yang optimal dari hasil belajarnya tersebut. Sarana pendidikan merupakan segala macam alat yang digunakan secara langsung dalam proses pendidikan untuk memaksimalkan hasil yang akan dicapai sesuai tujuan pembelajarannya. Terkait dengan hal tersebut sarana pendidikan juga memiliki fungsi dan fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang akan diterangkan sebagai berikut.
1. Alat Pelajaran
    Alat pelajaran merupakan alat-alat yang digunakan untuk atau sebagai alat pelaksanaan dalam kegiatan belajar. Misalnya kapur tulis digunakan guru dan murid untuk menulis di papan tulis, lalu pensil dan buku digunakan oleh murid untuk menulis hasil materi yang diterangkan oleh gurunya. 
2. Alat Peraga
    Alat Peraga adalah segala macam alat yang digunakan untuk mendemonstrasikan suatu objek atau materi yang susah untuk dilakukan atau yang belum pernah dilakukan sebagai pengenal suatu materi dari suatu objek berupa gerak atau diam. Misalnya ketika sedang mengikuti pelajaran biologi tentang organ tubuh guru memberikan contoh alat peraga manusia yang menjelaskan tentang sistem tubuh dan organ organ yang ada di dalam tubuh manusia.
3. Media Pendidikan
    Media pendidikan merupakan sebuah alat yang digunakan sebagai perantara dalam pemberian materi maupun pendokumentasian proses pembelajaran dan hal tersebut bertujuan untuk membantu guru dalam proses pembelajarannya. Misalnya dalam proses pembelajaran guru memberikan presentasi berupa proyek power point yang ditanyangkan di layar menggunakan projector. Hal tersebut dapat sangat membantu guru dalam menjelaskan materi untuk tujuannya dalam proses pembelajaran tersebut.

Menurut Mulyasa (2007) Manajemen sarana dan prasarana pendidika bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi pada proses pendidikan secara optimal dan berarti.  Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan penghapusan serta penataan. Pada dasarnya manajemen sarana dan prasarana pendidikan memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah, sehingga menyenangkan bagi warga sekolah.
2. Tersedianya sarana prasarana yang memadai baik secara kuantitas maupun kualitas dan relevan dengan kepentingan pendidikan (Baharuddin dan Makin, 2010:83).

Hal tersebut juga dikemukakan oleh Ibrahim Bafadal (2003) menjelaskan secara rinci tentang tujuan manajemen sarana dan prasarana pendidikan sebagai berikut.
1. Untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan melalui sistem perencanaan dan pengadaan secara hati-hati dan seksama, sehingga sekolah atau madrasah memiliki sarana dan prasarana yang baik sesuai dengan kebutuhan dana yang efisien.
2. Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana sekolah itu harus secara tepat dan efisien.
3. Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan secara teliti dan tepat, sehinggga keberadaaan sarana dan prasarana tersebut akan selalu dalam keadaan siap pakai ketika akan digunakan atau diperlukan.

Ibrahim Bafadal (2003) juga menyatakan bahwa dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan, terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan agar tujuan bisa tercapai dengan maksilmal. Prinsip-prinsip tersebut yaitu.
1. Prinsip pencapaian tujuan, yaitu sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai apabila akan didayagunakan oleh personil sekolah dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah.
2. Prinsip efisiensi, yaitu pengadaan sarana dan prasaran di sekolah harus dilakukan melalui perencanaan yang seksama, sehingga dapat diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah. Demikian juga pemakaiannya harus dengan hati-hati sehingga mengurangi pemborosan.
3. Prinsip administratif, yaitu manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu memperhatikan UU, peraturan, instruksi, dan petunjuk teknik yang diberlakukan oleh pihak yang berwenang.
4. Prinsip kejelasan tanggung jawab, yaitu manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus didelegasikan kepada personel sekolah yang mampu bertanggung jawab apabila melibatkan banyak personil sekolah dalam manajemennya, maka perlu adanya deskripsi tugas dan tanggung jawab yang jelas untuk tiap personil sekolah.
5. Pinsip kekohesian, yaitu manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus direalisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak.