Sunday 3 April 2016

Budaya Organisasi


Pendidikan memiliki tujuan untuk memberikan hasil pemahaman bersama di kalangan masyarakat mengenai suatu ilmu yang bermakna dan tepat untuk dikembangkan yang berasal dari sebuah permasalahan yang muncul dari beragam fenomena.Dalam ruang lingkupnya organisasi berbentuk lembaga pendidikan memiliki peranan dalam proses pengembangan pendidikan. Hal tersebut dapat terjadi bila suatu lembaga memiliki organisasi yang dapat meneruskan dan mengembangkan lembaganya, beberapa aspek dalam organisasi yang ada di dalam lembaga tersebut dapat diterima dan akan menjadi sangat jelas untuk menggambarkan proses pengembangan pendidikan. Dalam organisasi memiliki berbagai macam perilaku yang dapat diterima bagi anggotanya yang selanjutnya akan menjadi acuan dalam proses pengembangan organisasi tersebut dalam proses pengembangan pendidikan. Dengan demikian, memahami apa yang dimaksud dengan budaya organisasi dapat dilihat dari bagaimana tipologinya, apa saja fungsinya dan bagaimana budaya organisasi dapat diciptakan dan dipertahankan agar dapat meningkatkan kualitas atau kemampuan manusia untuk memahami berbagai perilaku yang muncul dari setiap individu pada proses aktivitas yang berlangsung secara profesional. 
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, budaya (culture) diartikan sebagai pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar diubah (Depdikbud, 1991:149). Dalam hal ini masyarakat sering kali mensinonimkan pengertian budaya dengan tradisi. Menurut Schein (2016) budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan, atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu di ajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Lalu Peter F Drucker (2016) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait. Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa budaya organisasi merupakan gambaran awal atau dasar yang diterima oleh suatu organisasi untuk melakukan tindakan serta memecahkan masalah yang muncul dari berbagai fenomena dan membentuk anggota yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dapat mempersatukan antara anggota atau individu satu dengan yang lainnya.
Sebuah budaya organisasi terbentuk dari para anggota yang ada di dalam organisasi dengan mengacu pada etika dan sistem nilai yang berkembang dalam organisasi, dan pemberian hak kepada anggota dan pimpinan, dan dipengaruhi oleh struktur yang berlaku dalam organisasi itu sendiri. Budaya organisasi juga sering di pahami sebagai ilmu yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap anggota dan orang lain. Menurut Bedford (1992:67) Budaya organisasi mengacu pada sekumpulan keyakinan bersama, sikap dan tata hubungan serta asumsi yang secara eksplisit atau implicit diterima dan digunakan oleh keseluruhan anggota organiasasi untuk menghadapi lingkungan luar dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini budaya organisasi mempunyai pengaruh penting terhadap motivasi.
Robbins (1996:289) budaya organisasi memiliki karakteristik primer yang mencerminkan hakikat budaya suatu organisasi, yaitu sebagai berikut.
1. Inovasi dan pengambilan resiko.
Sejauh mana para anggota didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian ke rincian
Sejauh mana para anggota diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian kepada rincian dalam kerjanya.
3. Orientasi hasil
Sejauh mana pengelolaan memfokuskan pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4. Orientasi orang
Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim
Sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.
6. Keagresifan
Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai.
7. Kemantapan
Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan diperhatikannya status quo kontras dari pertumbuhan.

Dalam hal ini setiap karakteristik ini berlangsung pada kontinum dari rendah ke tinggi. Maka dari itu dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuan karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu sendiri. Gambaran ini menjadi dasar untuk pemahaman bersama yang dimiliki para anggora mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan perilaku apa yang shearusnya dilakukan oleh para anggotanya (Ndraha, 1997:4).
Jefferey SOnnenfeld dari univeritas Emory (dalam buku Manajemen Pendidikan, Kompri, 2015, 18-19) telah mengembakan suatu bagan label yang dapat membantu manusia melihat perbedaan antara budaya-budaya dengan organisasi dan manfaatnya mempelajari tingkah laku orang-orang pada budaya itu secara tepat. Dari telaah organisasinya, ia telah mengenali empat tipe budaya berdasarkan bentuknya, yaitu akademi, kelab, tim basebol, dan benteng.
1. Akademi
Bentuk organisasi sebagai suatu tempat untuk proses yang belajar (study) yang ingin menguasai benar-benar tiap pekerjaan yang baru diterimanya. Organisasi ini memberikan anggotanya banyak pelatihan istimewa, memadukan dengan seksama dalam tim kerja, mengemudikan mereka melewati ribuan pekerjaan terkhusus di dalam suatu fungsi tertentu. Budaya ini dikembangkan terutama pada organisasi-organisasi professional seperti IBM.
2. Kelab
Bentuk organisasi yang menaruh bingkai tinggi pada kecocokan dalam sistem, kesetiaan dan pada komitmen. Senioritas merupakan kunci dari kelab=kelab. Usia dan pengalaman diperhitungkan. Perbedaannya dengan akademi, kelab menumbuhkan manajer sebagai generalis. LPI lebih banyak mengembangkan tipe kelab ini.
3. Tim Baseball
Organisasi ini berorientasi pada terjalinnya kerja sama bagi para pengambil resiko dan innovator. Tim baseball mencari orang-orang yang berbakan dari segala usia dan pengalaman, kemudian menempatkan mereka pada posisi yang dibutuhkan karena mereka menawarkan insentif substansial yang sanagat besar bagi mereka yang sangat berprestasi, loncaran pekerjaan di antara organisasi-organisasi ini merupakan makanan biasa. Organisasi yang cocok dengan gambaran tujuan stabil ini biasa didapat dalam bidang akutansi, hukum, penarikan investasi dan konsultasi. Inilah yang menjadi pembangkit motivasi dalam LPI, misalnya melalui pengiriman studi ke luar negeri bagi mahasiswa atau dosen yang berprestasi, menaikan jabatan bagi civitas yang berprestasi dan sebagainya.
4. Benteng
Sementara tim baseball menghargai keinsentifan, benteng sibuk dengan upaya bertahan hidup (survival). Banyak yang dulunya akademi, kelab atau tim baseball tetapi terperosok kedalam masa-masa sulit dan sekarang berupaya mengembalikan nasibnya yang merosot. Benteng tidak  banyak menawarkan keamanan pekerjaan, namun organisasi semacam ini menjadi tempat yang mengasyikkan bagi mereka yang pro status quo.

Selanjutnya berdasarkan sifatnya, budaya organisasi dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Budaya Kuat. 
Dalam suatu budaya kuat nilai inti organisasi itu dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, makin kuat budaya tersebut. Konsisten dengan definisi ini, suatu budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang besar pula pada perilaku anggora-anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan (sharedness) dan intensitas menciptakan suatu iklim internal dari kendali perilaku yang tinggi.
2. Budaya Lemah
Kebalikan dari budaya kuat, dalam budaya lemah tingkat konsistensi anggotanya tidak lagi kuat dan jangkauan budaya yang telah disepakati tidak lagi luas mencakup seluruh anggota-anggotanya. Dalam kondisi ini mudah diramalkan (predictability) bahwa tujuan yang hendak dicapai melalui tradisi yang telah disepakati akan sulit terwujud Robbins (1996:290-291).

dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa setiap karakteristik dan sifat yang ada dalam budaya organisasi dapat berpengaruh kepada kemampuan suatu organisasi dalam melakukan proses pengembangan dan perkembangannya.

2 comments: